Istilah zuhud bukanlah istilah baru dalam dunia keislaman. Banyak orang yang sudah familiar dengan istilah zuhud, bahkan berusaha untuk hidup zuhud. Banyak orang mengira bahwa hidup zuhud adalah memilih hidup tanpa harta atau hidup miskin. Namun, apakah benar begitu?
Hadits Tentang Zuhud
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.
(HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)
Hadits ini memuat dua nasehat tentang zuhud. Yang pertama adalah zuhud pada dunia, dan yang kedua adalah zuhud pada apa yang ada di sisi manusia. Zuhud pada dunia akan mendatangkan cinta Allah, sedangkan zuhud pada apa yang ada di sisi manusia akan mendatangkan cinta manusia.
Pengertian Zuhud
Ada banyak pengertian zuhud di kalangan ulama. Ada yang menganggap bahwa zuhud adalah meninggalkan syahwat, meninggalkan rasa kenyang, dan ada juga yang menganggap bahwa zuhud adalah enggan bergaul dengan manusia.
Namun, salah satu definisi zuhud yang banyak disepakati adalah bahwa zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah. Definisi ini dianggap sebagai definisi paling baik dan mencakup seluruh definisi, pembagian, dan macam – macam zuhud.
Sehingga, jika suatu pekerjaan membuat seseorang lalai dari ibadah, bersikap zuhud adalah dengan meninggalkannya. Begitu juga jika suatu permaninan menjadi berlebihan dan membuat lalai dari Allah, sikap zuhud adalah dengan meninggalkannya.
Apakah Zuhud Berarti Meninggalkan Harta?
Ali bin Abi Thalib pernah mendengar seseorang mencela dunia, lalu beliau berkata:
“Dunia adalah negeri yang baik bagi orang-orang yang memanfaatkannya dengan baik. Dunia pun negeri keselamatan bagi orang yang memahaminya. Dunia juga adalah negeri ghoni (yang berkecukupan) bagi orang yang menjadikan dunia sebagai bekal akhirat.”
Dari perkataan tersebut, bisa disimpulkan kalau dunia tidak tercela secara mutlak. Tapi tergantung kepada orang yang tinggal di dunia tersebut. Jika seseorang menjadikan dunia sebagai bekal untuk mengumpulkan amalan sholih dan mencari ridho Allah, maka dunia bisa menjadi tempat yang terpuji.
Dengan kata lain, tercela atau tidaknya dunia bukanlah karena dunia itu sendiri. Sehingga, zuhud tidak harus dilakukan dengan meninggalkan dunia dan harta secara mutlak. Seseorang yang ingin bersikap zuhud bisa tetap melakukan zuhud tanpa harus menjadi miskin.
Zuhud adalah perbuat hati. Sehingga, orang yang bersikap zuhud tetap harus mencari nafkah dan tidak harus menempatkan diri dalam kehidupan yang penuh derita. Yang terpenting adalah bagaimana seseorang bisa hidup dengan mengutamakan ridho Allah dan beribadah sebagai prioritas dalam dirinya.
Orang yang telah mengutamakan ridho Allah dan ibadah akan merasa tenang. Dia tidak akan merasa jumawa saat memiliki banyak harta, dan juga tidak merasa berat atau sedih yang sangat sedih saat hartanya hilang. Justru harta yang dimilikinya digunakan untuk mencari ridho Allah dan mengumpulkan pahala serta ibadah sebanyak – banyaknya.
Menempatkan diri dalam hidup susah namun berkeluh kesah bukanlah zuhud. Sedangkan seseorang yang memiliki harta dengan niat beribadah serta menjaga diri dari meminta – minta bisa dikatakan zuhud meskipun harta yang dimilikinya berlimpah.