Banyak orang memahami zuhud sebagai sikap menghindari segala hal yang bersifat keduniaan. Kemudian, muncul anggapan bahwa manusia akan selamat jika meninggalkan dunia dan seisinya. Dengan pemahaman ini, mereka kemudian membenarkan diri atas sikap pengasingan dan mempersulit diri sendiri sebagai bagian dari zuhud.

Padahal, zuhud yang benar dengan meningalkan rasa gemar terhadap segala hal yang tidak bermanfaat bagi akhirat. Artinya, sikap zuhud menjadikan seseorang tidak berlebihan terhadap hal yang mubah. Apalagi jika perkara mubah tersebut tidak membantu ketaatan pada Allah. Di samping itu, sikap zuhud juga dibarengi dengan sikap percaya penuh terhadap segala hal yang ada di sisi Allah.

Ada beberapa tingkatan dalam zuhud jika mengambil pendapat Ibnu Qoyyim. Yaitu:

1. Zuhud Terhadap Perkara Haram

Zuhud dari perkara haram dilakukan dengan meninggalkan perkara tersebut sepenuhnya. Zuhud pada tingkatan ini adalah zuhud yang wajib dilakukan oleh setiap muslim.

2. Zuhud Terhadap Perkara Makruh

Zuhud dalam tingkatan kedua ini merupakan zuhud sunnah atau mustahabbah. Seorang muslim dianjurkan untuk meninggalkan perkara – perkara yang makruh dalam hidupnya. Tingkatan zuhud ini juga termasuk membatasi diri terhadap perkara mubah yang berlebihan. Seperti makan, minum, pakaian, dan semisalnya.

3. Zuhudnya Orang Yang Berpacu Menuju Allah

Ada dua tipe zuhud yang dilakukan oleh orang yang berpacu ketika berjalan menuju Allah. Yang pertama adalah zuhud terhadap dunia secara umum. Dan yang kedua adalah zuhud terhadap diri sendiri.

Zuhud terhadap dunia secara umum bukan berarti membuang dunia sama sekali. Akan tetapi, mengosongkan hati dari pengaruhi dunia dan hal yang bersifat duniawi. Orang yang zuhud dari dunia tidak akan mudah tergoda dengan kenikmatan dunia meskipun dia memiliki banyak harta. Para sahabat nabi, khulafaur rasyidin, dan Umar bin Abdul Aziz merupakan contoh orang yang zuhud terhadap dunia.

Dan yang kedua adalah zuhud terhadap diri sendiri. Zuhud ini merupakan zuhud yang terberat. Orang yang zuhud terhadap diri sendiri merasa bahwa dirinya tidak ada apa – apanya jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah. Maka orang tersebut tidak memiliki rasa sombong karenanya.

4. Zuhud Terhadap Perkara Syubhat

Tingkatan zuhud berikutnya adalah dengan meninggalkan perkara yang syubhat atau belum jelas halal atau haramnya. Zuhud ini merupakan zuhud yang dilakukan oleh orang – orang yang wara’ atau menjaga kehormatan diri.

Itulah beberapa tingkatan zuhud yang dilakukan oleh para sahabat dan orang muslim terdahulu. Tingkatan zuhud tersebut adalah zuhud yang benar dan diperbolehkan. Bahkan bernilai ibadah. Berbeda dengan anggapan zuhud yang banyak dipahami.

Zuhud pada hakikatnya adalah menjaga hati dari cinta dunia. Terlepas apakah orang tersebut kaya atau miskin, setiap orang tetap bisa bersikap zuhud. Seseorang yang kaya bisa tetap bersikap zuhud jika orang tersebut tidak menempatkan harta kekayaan dan dunia dalam hatinya.

Para nabi terdahulu juga ada yang memiliki banyak kekayaan. Misalnya Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Ayub, dan bahkan Nabi Muhammad SAW pun juga pernah mengalami masa kekayaan. Namun, kekayaan yang dimiliki tidak menjadikan para nabi tersebut sombong dan jumawa.

Sedangkan para sahabat yang dikenal sebagai sahabat yang kaya adala Abu Bakar, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Umar, dan lain sebagainya. Para sahabat tersebut merupakan orang yang memiliki sikap zuhud. Meskipun mereka memiliki harta kekayaan yang berlimpah dan termasuk sahabat yang kaya raya.

Share This

Share This

Share this post with your friends!